Ini maqam penempuh perjalanan berikutnya, yaitu kaum "manusia-manusia yang berjiwa tenang". Ada empat kualitas yang mensyaratinya dan harus utuh sehingga mereka berpredikat itu. Pertama, mereka-mereka yang diberi tahu tanda-tanda yang bisa dirasakan sendiri bagaimana belajar mati sebelum mati. Mereka faham apa artian ina lilahi wa ina ilaihi roji'un dan faham pula bagaimana rumus supaya khusnul khatimah.
Kedua, mereka-mereka yang sudah menjadi manusia berjiwa merdeka, artinya sudah merasa bisa lepas dari kungkungan rasa penganut sekte ini, aliran hikmah itu, dan sudah melampaui aturan kepatuhan perguruan tarekat ini itu. Tidak ada yang ditakuti, apa pun dan siapa pun, kecuali tiga hal, yaitu: saat dicabut nyawa, siksa kubur, dan api neraka. Karenanya hanya satu jurus selamatnya, yaitu: syariat, tarikat, hakikat, makrifat, harus menjadi satu kesatuan ibadah yang utuh dan konsisten.
Ketiga, mereka-mereka sudah diberi tahu dan sudah merasakan sendiri, bahwa bila ingin "bertemu" apalagi akrab dengan Dzat Allah SWT itu rumusnya ternyata sederhana, asal dilakukan secara konsisten. Ada empat syaratnya, yaitu bahwa: ritual shalat, dzikir, meditasi, dan puasa harus merupakan satu paket, satu kesatuan penghayatan, dengan niat hanya karena Allah.
Keempat, Tuhan menciptakan alam dengan segala isinya dalam beberapa tahap, jadi manusia-manusia berjiwa tenang ini pun sadar posisi bahwa proses learning by doing untuk bisa "bertemu" Sang Khalik pun tidak mungkin bisa instan atau simsalabim. Enak aja!
[ Kembali ]
[ Kembali ]
1 komentar:
Tentang "puasa", Rumi juga nyatakan bhw awal dari semua pengetahuan itu adalah puasa! begitu kt Rumi. Sidharta Gautama juga berhasil moksa dalam keadaan puasa juga. Nabi Muhammad juga sama. Sewaktu khalwat (puasa) di gua hira itulah, kali pertama Jibril nyampaikan petunjuk Allah. Dan ketika puasa pula, Mariam, Ibunda Nabi Isa, didatangi malaikat pembawa kabar ttg akan kelahiran Isa Almasih...Puasa memang kuncinya!
Posting Komentar